Rabu, 06 Agustus 2014

Hati untuk Perasaan

Sejak ia lahir dan kunamai 'Perasaan' ia berhak tumbuh dengan kasih sayang penuh, ia berhak atas penghidupan yang layak sebagaimana yang telah diatur dalam UUDH (Undang-Undang Dasar Hati). Dimana dan kapanpun kelahirannya tercatat rapih dalam hukum negara Hati-Hati. Bahkan siapa ayah bundanya pun bertuliskan tinta emas. Ia berhak atas bimbingan, tuntunan, bahkan paket lengkap istimewa yang berisi perjalanan hidupnya..

Hari ke hari, malam ke malam..
Aku memberinya ASI (Asupan Syariat Islam) agar ia tumbuh sesuai dengan syariat-Nya.

Kubesarkan ia dengan iman dan islam yang ikhlas dijalan-Nya, agar ia mengerti bagaimana ayah bundanya bersikeras menumbuhkembangkannya.

Ingat, saat ia mulai belajar 'tengkurep' ia merasa dadanya sesak, tapi guratan senyum itu tidak hilang darinya.

Ingat, saat ia mulai bisa duduk, terduduklah ia dalam tawa dari para pembawa bahagia, meskipun tidak sedikit yang inginkan ia untuk cepat bisa berlari.

Sampai saat ia mulai belajar berdiri, ia merambati setiap perlintasan, meski terkadang jatuh, ia berdiri lagi, lagi dan lagi, terus sampai ia dapati diri kokoh tanpa rambatan dan langkah pertamanya menggoreskan mimpi dari telapak kakinya, itulah saat ia mulai menjelma menjadi pemimpi yang ingin terus berlari.

Giginya yang mulai mengunyah sendiri, memakan apa saja yang ia temukan, disana aku mulai berani melarangnya, meski harus melihatnya menangis, aku tak segan memarahinya bahkan terkadang mencubitnya dengan manja.

Ingat saat ia mulai memasuki masa kanak-kanaknya, ia belajar, bermain, berteman, bertengkar, melakukan yang siapa saja lakukan ketika masa kecilnya. Ia begitu polos, Tuhan. Ia begitu jujur, ia begitu tulus dan ikhlas menerima perlakuan baik dan buruk.

Sampai saat aku lupa, ia telah beranjak memasuki dunia baru, aku lupa ia semakin tumbuh. Siapa sangka bahwa ia membutuhkan ruang untuk berkreasi. Menunjukkan bakatnya. Aku lupa, Tuhan.

Aku lupa membekalinya akhlak berkreasi, aku lupa mengajarkannya karakter berdedikasi. Aku gagal!! 'Perasaan' telah mengenal Hati. Hingga 'Perasaan' tak bisa menahan diri. Ia begitu angkuh bertemankan keduniaan. Ia tak mengerti cara menempatkan diri. Sampai akhirnya ia menyakiti siapapun. Ia memaksa ingin dimengerti. Ia mulai mencoba mencari-cari kesalahan untuk mencapai yang ia katakan itu yang akan membuatnya bahagia. Itu salahku, Tuhan. Salahku yang tidak belajar lebih awal untuk mengajarinya cara menempatkan diri di negara Hati-Hati ini.

Sampai ia mendapatkan tempat di sebagian Hati, ia lupa disana ada yang ia sakiti, banyak. yang ia tahu ia bahagia dengan dunianya itu. Itu salahku, Tuhan.

Tapi 'Perasaan' mengajarkanku untuk tidak berkata terlambat. Aku membawanya pergi,  meskipun sebahagian dari hidupnya tertinggal pada Hati yang membahagiakannya.

Aku membawanya jauh dari Hati itu. Agar 'Perasaan' mengerti. Di negara Hati-Hati selalu ada pertemuan dan perpisahan. Lagi, aku lupa mengajarkan 'Perasaan' untuk mengatakan "selamat tingggal dan terimakasih"

Sejauh apapun aku membawanya pergi, ia sama sekali tidak bisa melupakan Hati, tidak akan pernah bisa. Meskipun berkali-kali 'Perasaan' menghabiskan waktunya dengan Jantung yang berusaha menghidupkannya. 'Perasaan'  malah merasakan benih-benih kepedihan mnyempitkan dadanya. Mencabik-cabik dirinya sendiri, 'Perasaan' lelah, ingin ia bersandar dibahuku, tapi aku belum belajar sejauh itu. Sampai aku sadar, 'Perasaan''' mengajarkanku arti kehilangan. Ia membuatku gugup dengan sebuah kehilangan, membuatku rapuh lantaran airmatanya yang tak kunjung kering. Ia kehilangan dirinya, ia kehilangan Hati-nya. Ia kesepian dalam dekapanku. Ini salahku, Tuhan. aku lupa mengajarkannya untuk mensyukuri segala yang Kau beri, menjaga segala yang Kau titipkan, dan aku lupa memberitakannya   bahwa Hati tengah menangis pilu saat harus melepaskannya.

Tak lama setelah kejadian itu, Hati datang menemuinya disuatu tempat dimana aku dan 'Perasaan' tengah bersiap untuk kehidupan baru. Hati datang menyampaikan semua kerinduannya, segala tentangnya yang ingin kejujuran 'Perasaan'. Namun 'Perasaan begitu takut, ia tidak pernah siap dengan kata perpisahan, tidak akan pernah. Ia bahkan tidak akan bisa mengatakan "selamat tinggal dan terimakasih" seperti yang bundanya katakan. 'Perasaan' begitu lemah tak berdaya untuk itu. Hingga ia menikmati hari itu hanya dengan tawa yang pasti berlalu.

Lagi, Aku membawa pulang. Mengatakan pasanya, kau bukan siapa-siapa, kau harus sadar 'Perasaan' ini hanya sekejap saja. Kau pasti bisa melupakan Hati.

Ini salahku, Tuhan. yang mengajarkannya untuk berlaku tidak adil atas dirinya. Aku membuat Hati kecewa untuk kesekian kalinya. Hingga akhirnya Hati pergi dan benar-benar pergi. Ini salahku, Tuhan. Aku menyakiti 'Perasaan', aku tak memperhatikan kebahagiannya. Dan aku menyesal memuat Hati meninggalkannya.

Kini, 'Perasaan' telah tumbuh dewasa. Ia menemukan banyak sekali organ yang apabila ia lihat memberi manfaat, apabila ia dengar bertambahlah ilmunya, dan apabila ia rasa mulialah akhlaknya. Aku tersenyum untuknya. Aku tenang bersamanya. Namun tak sediktpun mengubah keinginan 'Perasaan' untuk bertemu Hati.

Ini salahku, Tuhan. Aku masih belum bisa menjaga baik 'Perasaan'. Belum sampai ia benar-benar menemukan jalan untuk kesakralan.

Ingat, saat aku membawanya berlibur. Dengan sengaja aku mempertemukannya dengan Hati. Ini salahku, Tuhan. Aku terlalu ingin membuatnya bahagia bukan pada waktunya.


Lagi, mereka saling melepaskan. Tapi mereka memulai semuuanya dari awal. Semakin hari rasa takut kehilangan semakin besar daripada apapun yang mereka jalani. Ini salahku, Tuhan. Yang membiarkan 'Perasaan' salah lagi memilih. Padahal aku cukup anyak belajar tapi tetap kubiarkan ia trsesat. Ini salahku, Tuhan.

Kini, kubiarkan 'Perasaan' belajar mengerti dan belajar membiasakan diri, menempatkan sebaik-baiknya dirinya. Semoga Hati bisa menjaga 'Perasaan'. Semoga berdua bisa bersatu, begitu doaku. Isi doaku.

Tuhan, maafkan 'Perasaan' yang membiarkan Hati memilikinya tanpa kesakralan seperti yang Kau katakan. Maafkan 'Perasaan' dan Hati yang mengingkari kebaikan yang Kau nyatakan. Berilah 'Perasaan' dan Hati lebih banyak waktu untuk belajar lebih banyak. Agar mereka mengerti sepantas apa mereka mampu berjalan, seindah apa takdir yang kan Kau tunjukkan nantinya. Ini salahku, Tuhan. Maafkan kelalaianku atas 'Perasaan' yang salah dalam bimbinganku. Terimakasih untuk kesempatanku bisa bernafas lebih lama dari yang kupikirkan.

Hy...
6 Agustus 2014
Hati adalah pemberian terbesar dari Ayah, yang dihadiakannya untuk 'Perasaan' yang tulus ikhlas mencintanya karena Allah. Terimakasih.

0 komentar:

Posting Komentar

Translate

ask me?